Kamis, 30 Juli 2015

[017] Al Israa' Ayat 036

««•»»
[017] Al Israa' Ayat 036
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
[AYAT 35][AYAT 37]
[KEMBALI]
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
36of111
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=17&tAyahNo=36&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2
http://al-quran.info/#17:36

[017] Al Israa' Ayat 035

««•»»
Surah Al Israa' 35

وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
««•»»
wa-awfuu alkayla idzaa kiltum wazinuu bialqisthaasi almustaqiimi dzaalika khayrun wa-ahsanu ta/wiilaan
««•»»
Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
««•»»
When you measure, observe fully the measure, [and] weigh with an even balance. That is better and fairer in outcome.
««•»»

Sesudah itu Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin agar menyempurnakan takaran bila menakar barang. Yang dimaksud dengan menyempurnakan takaran ialah: pada waktu menakar barang hendaknya dilakukan dengan setepat-tepatnya dan secermat-cermatnya, tidak boleh mengurangi takaran atau melebihkannya. Karena itu maka seseorang yang menakar barang yang akan diterimakan kepada orang lain, demikianlah pula kalau seseorang menakar barang orang lain, tidak boleh dikurangi, sebab tindakan serupa itu merugikan orang lain. Demikianlah pula kalau seseorang menakar barang orang lain yang akan ia terima untuk dirinya, tidak boleh dilebihkan, sebab tindakan serupa itu juga merugikan orang lain. Akan tetapi apabila seseorang menakar barang miliknya sendiri, dengan maksud dipergunakannya sendiri, maka tidaklah berdosa apabila ia mengurangi takaran atau menambahnya menurut sekehendak hatinya, sebab perbuatan serupa ini tidak ada yang dirugikan dan tidak ada pula yang merasa beruntung.

Dalam pada itu Allah SWT juga memerintahkan kepada mereka agar menimbang barang dengan neraca yang benar. Neraca yang benar ialah neraca yang dibuat seteliti mungkin, sehingga dapat memberikan kepercayaan kepada orang yang melakukan jual beli, dan tidak memungkinkan terjadinya penambahan dan pemgurangan.

Allah SWT mengancam orang-orang yang mengurangi takaran dan timbangan ini dengan ancaman keras.

Allah SWT berfirman:
وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ (1) الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ (2) وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.
(QS. Al Muthaffifin [83]:1-3)

Di akhir ayat Allah SWT menjelaskan, bahwa menakar barang atau menimbangnya dengan teliti, adalah lebih baik bagi mereka, lebih baik akibatnya karena di dunia mereka itu mendapat kepercayaan dari anggota masyarakatnya dan di akhirat nanti akan mendapat pahala dari Allah dan keridaan Nya, serta terhindar dari api neraka.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Dan sempurnakanlah takaran) penuhilah dengan tepat (apabila kalian menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar) timbangan yang tepat (itulah yang lebih utama dan lebih baik akibatnya.)
««•»»
And give full measure, complete it, when you measure, and weigh with a right balance, [with] an even balance: that is better and fairer in return.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
[AYAT 34][AYAT 36]
[KEMBALI]
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
35of111
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=17&tAyahNo=35&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2
http://al-quran.info/#17:35

[017] Al Israa' Ayat 034

««•»»
Surah Al Israa' 34

وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا
««•»»
walaa taqrabuu maala alyatiimi illaa biallatii hiya ahsanu hattaa yablugha asyuddahu wa-awfuu bial'ahdi inna al'ahda kaana mas-uulaan
««•»»
Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfa'at) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.
««•»»
Do not approach the orphan’s property except in the best manner until he comes of age. And fulfill the covenants; indeed all covenants are accountable.
««•»»

Kemudian Allah SWT melarang para hamba-Nya mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang baik. Yang dimaksud dengan "mendekati harta anak yatim" ialah mempergunakan harta anak-anak yatim tidak pada tempatnya. Larangan mempergunakan harta anak yatim dalam ayat ini mengandung arti bahwa tidak memberikan perlindungan kepada harta anak yatim itu, supaya jangan habis sia-sia. Allah SWT memberikan perlindungan pada harta itu, karena harta itu sangat diperlukan oleh manusia, dan manusia yang paling memerlukannya ialah anak yatim, karena keadaannya yang belum dapat mengurusi hartanya, dun belum dapat mencari nafkah sendiri.

Dalam pada itu Allah SWT memberikan pengecualian dari larangannya, yaitu apabila untuk pemeliharaan harta itu diperlukan biaya, atau dengan maksud untuk memperkembangkan harta anak yatim itu, maka dalam hal ini tidaklah termasuk larangan apabila mengambil sebagian harta anak yatim itu untuk kepentingan tersebut atau diperkembangkan sebagai modal dengan maksud agar harta itu bertambah.

Oleh sebab itu diperlukan orang yang bertanggung jawab untuk mengurus harta anak yatim itu. Orang yang bertugas untuk memelihara harta anak yatim disebut Wasy (pengampu) dan diperlukan pula badan yang mengurusi harta anak yatim. Badan tersebut hendaknya diawasi oleh pemerintah, agar tidak terjadi penyelewengan-penyelewengan.

Kemudian dalam ayat ini ditentukan batas, sampai kapan saatnya harta itu di serahkan oleh pengampu kepada anak yatim itu, ialah apabila anak yatim itu telah dewasa, dan mempunyai kemampuan untuk mengurus dan memperkembangkan harta itu.

Setelah ayat itu turun, maka para sahabat Rasulullah yang mengasuh anak-anak yatim merasa takut kembali, sehingga mereka tidak mau makan bersama sama anak yatim dan tidak pula mau bergaul dengan mereka.

Oleh sebab itu maka Allah menurunkan ayat ini:
وَإِنْ تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ
Dan jika kamu menggauli mereka, maka mereka adalah saudaramu, dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dan yang mengadakan perbaikan.
(QS. Al Baqarah [2]:220)

Dari ayat ini jelaslah, bahwa membelanjakan harta anak yatim dilarang apabila digunakan untuk kepentingan pribadi. Tetapi apabila harta anak yatim itu dibelanjakan untuk pemeliharaan harta itu sendiri, atau untuk keperluan anak yatim itu sendiri, maka tidaklah dilarang.

Kecuali itu, terdapat pula kebolehan mengambil sebagian harta anak yatim itu bagi orang yang menjadi pengampunya, apabila si pengampu itu memerlukan untuk pembiayaan dirinya dalam rangka mengurus harta anak yatim itu, kalau si pengampu itu betul-betul orang yang tidak mampu.

Allah SWT berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ يَكْبَرُوا وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ
Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemeliharaan itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut.
(QS. An Nisa [4]:6)

Allah SWT memerintahkan kepada hamba Nya agar mamenuhi janji, baik janji Allah yang harus dipenuhi oleh para hamba Nya ataupun janji yang dibuat dengan manusia, yaitu akad jual beli, sewa menyewa yang termasuk dalam bidang muamalah.

Az-Zajjad menjelaskan bahwa; Semua perintah Allah dan larangan-larangan Nya adalah janji Allah yang harus dipenuhi, termasuk pula janji Allah yang harus diikrarkan kepada Tuhannya, dan janji yang dibuat antara hamba dengan hamba.

Yang dimaksud dengan memenuhi janji, ialah melaksanakan apa yang telah ditentukan dalam perjanjian itu, dengan tidak menyimpang dari ketentuan syarak dan hukum yang berlaku.

Di akhir ayat Allah SWT menandaskan, bahwa sesungguhnya janji itu pasti dipertanggungjawabkan. Maka orang-orang yang mengkhianati janji, ataupun membatalkan janji secara sepihak akan mendapat pembalasan yang setimpal.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Dan janganlah kalian mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih baik/bermanfaat sampai ia dewasa dan penuhilah janji) jika kalian berjanji kepada Allah atau kepada manusia (sesungguhnya janji itu pasti akan diminta pertanggungjawaban)nya.
««•»»
And do not come [anywhere] near an orphan’s property, except in the fairest manner until he comes of age. And fulfil the covenant, should you make a covenant with God or with people [in general]. Indeed the covenant will be enquired into.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
[AYAT 33][AYAT 35]
[KEMBALI]
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
34of111
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=17&tAyahNo=34&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2
http://al-quran.info/#17:34

[017] Al Israa' Ayat 033

««•»»
Surah Al Israa' 33

وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلَا يُسْرِفْ فِي الْقَتْلِ إِنَّهُ كَانَ مَنْصُورًا
««•»»
walaa taqtuluu alnnafsa allatii harrama allaahu illaa bialhaqqi waman qutila mazhluuman faqad ja'alnaa liwaliyyihi sulthaanan falaa yusrif fii alqatli innahu kaana manshuuraan
««•»»
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar {853}. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan {854} kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.
{853} Maksudnya yang dibenarkan oleh syara` seperti qishash membunuh orang murtad, rajam dan sebagainya.
{854} Maksudnya: kekuasaan di sini ialah hal ahli waris yang terbunuh atau Penguasa untuk menuntut kisas atau menerima diat. qishaash ialah mengambil pembalasan yang sama. qishaash itu tidak dilakukan, bila yang membunuh mendapat kema`afan dari ahli waris yang terbunuh Yaitu dengan membayar diat (ganti rugi) yang wajar. pembayaran diat diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, umpamanya tidak menangguh-nangguhkannya. bila ahli waris si korban sesudah Tuhan menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau membunuh si pembunuh setelah menerima diat, Maka terhadapnya di dunia diambil qishaash dan di akhirat Dia mendapat siksa yang pedih. diat ialah pembayaran sejumlah harta karena sesuatu tindak pidana terhadap sesuatu jiwa atau anggota badan.
««•»»
Do not kill a soul [whose life] Allah has made inviolable, except with due cause, and whoever is killed wrongfully, We have certainly given his heir an authority. But let him not commit any excess in killing,[1] for he enjoys the support [of law].
[1] Such as mutilating the body of the murderer, or killing someone other than the guilty person for the sake of vengeance.
««•»»

Sesudah itu Allah SWT melarang hamba Nya membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya. Maksud "membunuh jiwa" ialah menghilangkan jiwa manusia. Sedang yang dimaksud dengan "yang diharamkan Allah membunuhnya" ialah tidak dengan alasan yang sah,.

Adapun sebab mengapa Allah SWT melarang para hamba-Nya membunuh jiwa dengan alasan yang tidak sah ialah:

Pertama
Pembunuhan itu menimbulkan kerusakan. Islam melarang setiap tindakan yang menimbulkan kerusakan itu. Larangan itu berlaku umum untuk segala macam tindakan yang menimbulkan kerusakan, maka pembunuhanpun termasuk tindakan yang terlarang.

Allah SWT berfirman:
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا
"...., dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya."
(QS. Al A'raaf [7]:85)

Ke·dua
Pembunuhan itu membahayakan orang lain. Ketentuan pokok dalam agama ialah semua tindakan yang menimbulkan mudarat itu terlarang.

Allah SWT berfirman:
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kusukaran bagimu.
(QS. Al Baqarah [2]:185)

Rasulullah saw bersabda:
لا ضرر ولا ضرار
Tidak boleh terjadi mudarat dan tidak boleh terjadi saling memudaratkan.

Ke·tiga
Mengganggu keamanan masyarakat yang membawa kepada musnahnya masyarakat itu: Karena apabila pembunuhan itu diperbolehkan tidak mustahil akan terjadi tindakan saling membunuh di antara manusia, yang pada akhirnya manusia itu akan binasa.

Dalam ayat ini Allah SWT memberikan pengecualian siapa-siapakah yang boleh dibunuh, dengan firman-Nya "melainkan dengan sesuatu alasan yang sah", yaitu antara lain pria atau wanita yang berzina setelah terikat dalam hukum dengan akad pernikahan dan orang yang membunuh orang yang beriman yang dilindungi hukum dengan sengaja.

Pengecualian seperti tersebut di atas, disebutkan dalam hadis Nahi:

Diriwayatkan oleh As Sahihain (Bukhari dan Muslim) dan ahli hadis lain dari Ibnu Masud:
لا يحل دم امرئ يشهد ان لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله إلا بإحدى ثلاث: النفس بالنفس، والثيب الزاني والتارك لدينه المفارق للجماعة
Tidak halal darah orang yang sudah mengucapkan dua kalimat syahadat, kecuali karena salah satu dari tiga perkara: Orang yang harus dibunuh karena membunuh jiwa, janda/duda yang berzina, dan orang yang meninggalkan agamanya memisahkan diri dari kaum muslimin".

Kemudian Allah SWT menjelaskan tindakan apa yang harus dilakukan oleh waris dari yang terbunuh, dan siapa yang harus melaksanakan tindakan itu, apabila secara kebetulan si terbunuh itu tidak mempunyai ahli waris.

Allah SWT menetapkan, bahwa barang siapa yang membunuh secara lalim, yakni tanpa alasan yang benar, maka Allah telah memberikan kekuasaan kepada ahli warisnya, untuk menentukan pilihannya di antara dua hal: hukum kisas atau menerima diat (tebusan),

seperti yang telah ditetapkan dalam firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu kisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh."
(QS. Al Baqarah [2]:178)

Dan sabda Nabi Muhammad saw yang disabdakan pada penaklukan kota Mekah:
من قتل قتيلا فأهله بين خيرتين، إن أحبو قتلوا وإن أحبوا أخذو الدية
Barang siapa membunuh, maka keluarga siterbunuh diberi hak memilih antara dua hal, apabila ia ingin menuntut balas hukuman bunuh, lakukanlah, dan bila ia ingin menuntut diat (tebusan), lakukanlah.

Kemudian apabila secara kebetulan siterbunuh itu tidak mempunyai ahli waris, maka yang bertindak menggantikan kedudukannya dalam menentukan pilihan ialah penguasa, yang di dalam hukum Islam terkenal dengan Sultan atau Al-Imamul A'zam atau Al Khalifatul `Ulya. Dalam hal ini Sultan boleh melimpahkan kekuasaannya kepada para kadi (hakim) setempat, apabila dipandang perlu.

Sesudah itu Allah SWT menentukan pula bagaimana cara melaksanakan kisas itu, yaitu agar para penguasa yang diberi wewenang untuk melaksanakan kisas itu jangan melampaui batas-batas yang ditentukan, seperti yang telah terjadi di zaman Jahiliah Orang-orang di zaman Jahiliah tidak puas dengan hanya menuntut balas dengan kematian orang yang membunuh, akan tetapi menuntut pula matinya orang lain, apabila si terbunuh itu dari kalangan bangsawan. Dan kalau kebetulan yang terbunuh itu orang bangsawan, sedang yang membunuh dari kalangan biasa, maka yang dituntut kematiannya ialah dari kalangan bangsawan juga, sebagai pengganti si pembunuh.

Pada ayat 178 Surah Al-Baqarah terdapat isyarat yang kuat, bahwa yang paling utama bagi keluarga si terbunuh, hendaknya jangan menuntut balas kematian, akan tetapi hendaknya merasa puas apabila menuntut diat atau memaafkan saja.

Di akhir ayat Allah SWT menjelaskan mengapa para wali (ahli waris) atau penguasa dalam melaksanakan hukuman kisas tidak boleh melampaui batas, ialah karena baik wali atau penguasa itu mendapat pertolongan Allah, berupa pembalasan untuk memilih hukuman kisas, atau hukuman diat. Oleh sebab itu maka para hakim hendaknya berpedoman pada ketentuan tersebut dalam memutuskan perkara jangan sampai memutuskan perkara yang bertentangan dengan ketentuan tersebut atau melebihi ketentuan itu.

Ayat ini tergolong ayat Makiyah, yang termasuk dalam bagian ayat hukum yang pertama dituturkan, maka wajarlah apabila ayat ini mengatur tentang hukum bagi pembunuhan secara garis besarnya saja. Adapun keterangan secara terperinci di atur dalam ayat-ayat yang lain, yang penafsirannya telah dikemukakan pada jilid 1.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya melainkan dengan suatu alasan yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kepada wali si terbunuh) yakni para ahli warisnya (kekuasaan) terhadap si pembunuhnya (tetapi janganlah ahli waris itu berlebihan-lebihan) melampaui batas (dalam membunuh) seumpamanya ahli waris itu membunuh orang yang bukan si pembunuh atau ia membunuh si pembunuh dengan cara yang lain. (Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.)
««•»»
And do not slay the soul [whose life] God has made inviolable, except with due cause. Whoever is slain wrongfully, We have certainly given his heir, the one inheriting from him, a warrant, a sanction [to retaliate] against the slayer; but let him not commit excess, [let him not] overstep the bounds, in slaying, by slaying other than the killer [of the one slain], or by other than that [instrument] with which he [the slain] was killed; for he is supported [by the Law].
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
[AYAT 32][AYAT 34]
[KEMBALI]
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
33of111
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=17&tAyahNo=33&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2
http://al-quran.info/#17:33

[017] Al Israa' Ayat 032

««•»»
Surah Al Israa' 32

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
««•»»
walaa taqrabuu alzzinaa innahu kaana faahisyatan wasaa-a sabiilaan
««•»»
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.
««•»»
Do not approach fornication. It is indeed an indecency and an evil way.
««•»»

Kemudian Allah SWT melarang para hamba Nya mendekati perbuatan zina. Yang dimaksud mendekati perbuatan zina ialah melakukan zina itu. Larangan melakukan zina diungkapkan dengan mendekati zina, tetapi termasuk pula semua tindakan yang merangsang seseorang melakukan zina itu. Ungkapan semacam ini untuk memberikan kesan yang tandas bagi seseorang, bahwa jika mendekati perbuatan zina itu saja sudah terlarang, apa lagi melakukannya. Dengan pengungkapan seperti ini, seseorang akan dapat memahami bahwa larangan melakukan zina adalah larangan yang keras, oleh karenanya zina itu benar-benar harus dijauhi.

Yang dimaksud dengan perbuatan zina dalam ayat ini ialah hubungan kelamin yang dilakukan oleh pria dengan wanita di luar pernikahan, baik pria ataupun wanita itu sudah pernah melakukan hubungan kelamin yang sah, ataupun belum di luar ikatan perkawinan yang sah dan bukan karena sebab kekeliruan.

Sesudah itu Allah memberikan alasan mengapa zina itu dilarang. Alasan yang disebut di akhir ayat ini ialah karena zina itu benar-benar perbuatan yang keji yang mengakibatkan kerusakan yang banyak, di antaranya:
  1. Mencampur-adukkan keturunan, yang mengakibatkan seseorang akan menjadi ragu-ragu terhadap anaknya, apakah anak yang lahir itu keturunannya atau hasil perzinaan. Dugaan suami bahwa istrinya berzina dengan laki-laki lain, mengakibatkan timbulnya kesulitan-kesulitan, kesulitan dalam pendidikannya dan kedudukan hukumnya. Keadaan serupa itu menyebabkan terhambatnya kelangsungan keturunan dan menghancurkan tata kemasyarakatan.
  2. Menimbulkan keguncangan dan kegelisahan di antara anggota masyarakat, karena tidak terpeliharanya kehormatan. Betapa banyaknya pembunuhan yang terjadi dalam masyakakat yang disebabkan karena kelancangan anggota masyakakat itu melakukan zina.
  3. Merusak ketenangan hidup berumah tangga. Seorang wanita yang telah berbuat zina ternodalah nama baiknya di tengah-tengah masyarakat. Maka ketenangan hidup berumah tangga tidak akan pernah terjelma, dan retaklah hubungan kasih sayang antara suami istri.
  4. Menghancurkan rumah tangga. Istri bukanlah semata-maja sebagai pemuas hawa nafsu, akan tetapi sebagai teman hidup dalam berumah tangga dan dalam membina kesejahteraan berumah tangga. Oleh sebab itu, maka apabila suami adalah sebagai penanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga, maka si istri adalah sebagai penanggung jawab dalam memeliharanya, baik harta maupun anak-anak dan ketertiban rumah tangga itu. Jadi jika si istri ternoda karena kelakuan zina, kehancuran rumah tangga itu sukar untuk dielakkan lagi.
Secara singkat dapat dikemukakan, bahwa perbuatan zina, adalah perbuatan yang sangat keji, yang bukan saja menyebabkan pencampur adukan keturunan, menimbulkan keguncangan dan kegelisahan dalam masyarakat, merusak ketenangan hidup berumah tangga dan menghancurkan rumah tangga itu sendiri akan tetapi juga merendahkan martabat manusia itu sendiri karena sukar sekali membedakan antara manusia dan binatang, jikalau perbuatan itu dibiarkan merajalela di tengah-tengah masyarakat.

Kecuali ayat ini mengandung larangan berbuat zina, juga mengandung isyarat akan perilaku akan orang-orang Arab Jahiliah yang berlaku boros. Dan perzinaan adalah penyebab adanya keborosan.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Dan janganlah kalian mendekati zina) larangan untuk melakukannya jelas lebih keras lagi (sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji) perbuatan yang buruk (dan seburuk-buruknya) sejelek-jelek (jalan) adalah perbuatan zina itu.
««•»»
And do not come [anywhere] near fornication — this [form of expressing it] is more effective than [saying] ‘Do not commit it’. It is indeed an indecency, an abomination, and, it is, an evil way.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
[AYAT 31][AYAT 33]
[KEMBALI]
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
32of111
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=17&tAyahNo=32&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2
http://al-quran.info/#17:32

[017] Al Israa' Ayat 031

««•»»
Surah Al Israa' 31

وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
««•»»
walaa taqtuluu awlaadakum khasyyata imlaaqin nahnu narzuquhum wa-iyyaakum inna qatlahum kaana khith-an kabiiraan
««•»»
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.
««•»»
Do not kill your children for the fear of penury: We will provide for them and for you. Killing them is indeed a great iniquity.
««•»»

Kemudian Allah SWT melarang kaum Muslimin membunuh anak-anak mereka, seperti yang telah dilakukan oleh beberapa suku dari suku-suku bangsa Arab Jahiliah. Mereka ini menguburkan anak-anak perempuan mereka hidup-hidup, karena anak-anak perempuan itu tidak mampu untuk berusaha mencari rezeki. Menurut anggapan mereka anak-anak perempuan itu hanyalah akan menjadi beban hidup saja. Mereka takut mengalami kepapaan dan kemiskinan karena mempunyai anak perempuan itu. Berbeda dengan anak laki-laki. Mereka menganggap bahwa anak laki-laki mempunyai kemampuan untuk mencari harta dengan jalan menyamun, merampas dan merampok. Anak perempuan dipandang hanya memberi malu kepada mereka, karena anak perempuan itu akan menyebabkan kemiskinan, dan kemiskinan menyebabkan turunnya martabat mereka, sehingga nantinya anak itu akan dikawinkan dengan orang yang tidak sederajat dengan mereka. Keadaan serupa itu dipandang memberi malu kepada mereka. Juga di dalam peperangan itu tentu akan dijadikan tawanan.

Dan tidak mustahil anak-anak perempuan itu akan mengalami nasib yang hina lantaran menjadi budak. Maka Allah SWT melarang kaum muslimin meniru kebiasaan Jahiliah itu, dengan memberikan alasan, bahwa rezeki itu berada dalam kekuasaan Allah. Allah yang memberikan rezekinya kepada mereka. Maka apabila Allah memberikan rezeki kepada anak laki-laki, Dia berkuasa pula untuk memberikan rezeki kepada anak perempuan mereka. Allah membatalkan pendapat mereka bahwa kemiskinan itu bukanlah alasan untuk membunuh anak-anak perempuan mereka.

Di akhir ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa, tidakkah mereka membunuh anak-anak itu adalah dosa besar, karena tindakan serupa itu menghalangi tujuan hidup manusia. Tidak membiarkan anak itu hidup berarti memutus keturunan, yang berarti pula menumpas kehidupan manusia itu sendiri dari muka bumi.

Untuk mendapat keterangan yang lebih luas betapa besarnya dosa seseorang membunuh anaknya, dapatlah diikuti hadis Nabi sebagai berikut:

Tersebut dalam kitab As Sahihain sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud ia berkata:
قلت يا رسول الله أي ذنب أعظم؟ قال أن تجعل لله ندا وهو الذي خلقك. ثم أي؟ قال أن تقتل ولدك خشية أن يطعم معك. قلت ثم أي؟ قال أن تزاني حليلة جارك
"Saya bertanya: "Hai Rasulullah, dosa manakah yang paling besar? Rasulullah menjawab: "Bila engkau menjadikan sekutu bagi Allah, padahal Allah itulah yang menciptakanmu". Saya bertanya lagi: "Kemudian dosa yang mana lagi? "Rasulullah saw menjawabnya kembali: "Bila engkau membunuh anakmu karena takut anak itu makan bersamamu. Saya bertanya juga: "Kemudian dosa yang mana lagi? Rasulullah saw menjawabnya: "Bila engkau berzina dengan istri tetanggamu."

Di samping itu dapat dikatakan pula bahwa tindakan membunuh sebagai akibat takut kelaparan, adalah termasuk sangka buruk kepada Allah, dan bila tindakan itu dilakukan karena takut malu, maka tindakan itu bertentangan nilai-nilai kemanusiaan, karena mengarah kepada kehancuran manusia seutuhnya.

Kecuali ayat ini mengungkapkan kebiasaan jahat yang dilakukan oleh orang Arab di masa Jahiliah, juga pengungkapan tabiat mereka yang sangat bakhil.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian) dengan menguburnya hidup-hidup (karena takut) merasa ngeri (kemiskinan) menjadi melarat (Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepada kalian. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu kesalahan) dosa (yang besar) teramat besar.
««•»»
And do not slay your children, by burying them alive, fearing penury, poverty. We shall provide for them and for you. Slaying them is truly a great sin.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
[AYAT 30][AYAT 32]
[KEMBALI]
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
31of111
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=17&tAyahNo=31&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2
http://al-quran.info/#17:31